Hukum

Kejati Hentikan Penyidikan Perkara Korupsi Pengadaan Video Wall di Diskominfo Pekanbaru | Riau Terdepan


TERDEPAN.id, PEKANBARU – Dua tersangka dugaan korupsi pengadaan video wall di Dinas Komunikasi Informatika, Statistik (Diskominfotik) dan Persandian Kota Pekanbaru, lolos dari jeratan hukum. Mereka dipastikan masih bisa menghirup udara bebas, setelah penyidikan perkara itu dihentikan.

Dua tersangka itu masing-masing berinisial VH selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek yang dikerjakan tahun 2017 lalu itu, dan AMI yang merupakan Direktur CV Solusi Arya Prima. Perusahaan yang disebutkan terakhir adalah perusahaan penyedia barang.

Dalam perjalanan perkara, keduanya telah pernah diperiksa sebagai tersangka. Seiring waktu, penyidikan perkara dihentikan dengan ditandai terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Sudah dihentikan,” ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Hilman Azazi, Jumat (28/8).

Adanya pengembalian kerugian negara menjadi salah satu dasar Jaksa menghentikan penyidikan perkara itu. Sementara perangkat yang telah terpasang, tetap difungsikan.

“Negara sudah diuntungkan. Perangkat video wall tetap terpasang seharga Rp4 miliar, dan mereka kita bebani pengembalian kerugian negara sebesar anggaran itu,” sebut dia.

Dengan telah dihentikan perkara itu, VH dan AMI tidak lagi menyandang status tersangka. “Otomatis dipulihkan,” pungkas mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo, Jawa Timur (Jatim) itu.

Diketahui, dugaan rasuah ini terungkap setelah adanya kerusakan pada dua dari 15 unit monitor di video wall yang pengadaannya dilakukan dengan menggunakan APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran (TA) 2017 tersebut.

Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru pun menghubungi pabrikan layar monitor untuk memperbaiki monitor yang rusak itu.

Namun pabrikan atau distributor resmi tidak mau memperbaiki bagian yang rusak karena merasa tidak pernah mengirim.

Berdasarkan kejadian itu, Kejati pun melakukan penyelidikan dengan memeriksa sedikitnya 18 saksi, termasuk Firmansyah Eka Putra selaku Pengguna Anggaran (PA). Saat itu, Eka menjabat selaku Pelaksana Tugas (Plt) Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru.

Penyelidikan itu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) dengan Nomor : PRINT-11/L.4/Fd.1/10/2019. Surat itu ditandatangani pada 30 Oktober 2019 oleh Kajati Riau kala itu, Uung Abdul Syakur.

Selain Eka, sejumlah pihaknya juga telah diklarifikasi. Di antaranya, HM Noer, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pekanbaru. Lalu, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pekanbaru Alek Kurniawan sekaligus Sekretaris TAPD Pekanbaru.

Selain dua nama yang disebutkan di atas, proses klarifikasi juga dilakukan terhadap Azmi. Dia adalah mantan Kepala Inspektorat Kota Pekanbaru.

Berikutnya, Asep Muhammad Ishak. Dia adalah Direktur CV Solusi Arya Prima, pihak swasta penyedia barang e-Catalog dalam kegiatan pengadaan video wall.

Berikutnya, dua orang aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Kominfotik dan Persandian Pekanbaru. Mereka adalah Siti Aminah dan Renny Mayasari. Kedua merupakan Kasubbag Keuangan/PPK di OPD tersebut.

Selain nama-nama yang disebutkan di atas, Jaksa turut meminta keterangan terhadap Vinsensius Hartanto selaku PPTK, Muhammad Azmi selaku Ketua Tim Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), dan Agusril yang merupakan Pejabat Pengadaan Barang Jasa/Pokja.

Pun, Endra Trinura selaku Sekretaris PPHP, dan Maisisco serta Febrino Hidayat juga telah menjalani proses yang sama. Dua nama yang disebutkan terakhir adalah anggota PPHP proyek tersebut.

Hingga akhirnya, penyidik menetapkan dua tersangka yang dinilai paling bertanggung jawab bersekongkol dalam melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Nama-nama yang diklarifikasi saat proses penyelidikan, diyakini juga telah diperiksa saat penyidikan perkara ini.

Adapun modus operandi kedua tersangka, yakni melakukan pengadaan tetap dengan menggunakan katalog elektronik. Akan tetapi, faktanya pengadaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di katalog elektronik.

VH kemudian bersekongkol dengan AMI untuk mengadakan monitor tanpa melalui jalur pabrikan resmi atau secara ilegal. Peralatan elektronik itu tidak memiliki dokumen resmi termasuk garansi.

Perbuatan para tersangka itu disinyalir telah menyebabkan kerugian keuangan daerah/negara sebesar Rp3.954.568.045.

Dari informasi yang dihimpun, pengadaan video wall itu bertujuan untuk mengusung visi Kota Pekanbaru sebagai Smart City. Anggaran dialokasikan dalan APBD Pekanbaru 2017 sebesar Rp4.448.505.418.

Penulis : Dodi Ferdian





Source link

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

portal berita yang lahir dari semangat pentingnya ketersebaran informasi hingga ke pelosok nusantara.

Copyright © 2020 TERDEPAN.ID

Ke Atas